Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh Artikel Pendidikan

Contoh Artikel Pendidikan - Contoh Artikel Pendidikan sangat banyak sekali di internet yang memuat berbagai macam informasi mengenai pendidikan. Anda tinggal mengetikkan keyword contoh artikel pendidikan, maka akan dipaparkan berbagai macam contoh artikel pendidikan yang diposting dari berbagai macam jenis website.

Contoh Artikel Pendidikan

Contoh Artikel Pendidikan

Berikut ini admin akan membagikan 4 contoh artikel pendidikan yang sayang kalau anda lewatkan untuk membacanya.

Definisi Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan, di mana pendidikan dapat menyongsong kehidupan yang cerah di masa depan, baik bagi diri sendiri, sosial, lingkungan, agama, nusa, dan bangsa. Tanpa adanya pendidikan, kualitas diri sendiri juga akan sangat rendah, yang juga akan berpengaruh pada kualitas berbangsa dan bernegara.

Dalam bahasa Inggris, definisi pendidikan berasal dari kata education. Sedangkan dalam bahasa latin, pendidikan berasal dari kata educatum, di mana kata ini tergabung atas kata 2 kata yaitu E dan DucoE artinya adalah perkembangan dari luar ke dalam, dan perkembangan dari sedikit menuju banyak, sedangkan Duco artinya adalah sedang berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan diri.
Secara umum, definisi pendidikan diartikan sebagai sebuah usaha sadar, real, dan direncanakan dalam sebuah proses belajar dan mengajar untuk mewujudkan kualitas diri peserta didik yang secara aktif mampu mengembangkan potensi di dalam diri agar mereka mempunyai pondasi kuat dalam beragama, berkepribadian baik, cerdas, memiliki pengendalian diri, memiliki pemikiran yang kritis dna dinamis, bertanggung jawab, dan memiliki keterampilan aktif yang diperlukan, baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat.

Beberapa definisi pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini :

M.J. Langeveld (1995) :

Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.

Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.

Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.

Stella van Petten Henderson :

Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.

John Dewey (1978) :

Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).

H.H Horne :

Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.

Encyclopedia Americana (1978) :

Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.

Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.

Dari berbagai definisi pendidikan tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.

Pengertian Individu dan Perbedaan Individu

Manusia adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Manusia merupakan mahluk yang berfikir (homo sapiens) dan mahluk yang berbuat (homo faber). Pengejawantantahan sifat kodrati manusia itu tergambar bahwa manusia merupakan individu dan social, jasmani dan rohani serta dunia dan akhirat yang memiliki keseimbangan hubungan baik di hubungan sesama manusia, alam, maupun kepada Allah SWT. Oleh karena itu manusia berkedudukan sebagai pribadi yang utuh. Setiap manusia memiliki ciri atau karakter yang berbeda-beda. Perbedaan itu dipengaruhi oleh factor keturunan dan lingkunganya masing-masing. Karakteristik Individu, setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakristik bawaan ( heredity ) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan karakteristik bawaan diperoleh dari keturunana sejak kita dilahirkan.

Manusia adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Sejak ratusan tahun  sebelum Isa, manusia telah menjadi salah satu objek filsafat, baik objek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun objek materil yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dan dengan berbagai kondisinya. Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu pandangan, bahwa manusia yang dimaksud secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang mengejawantahankan menunggalnya bebagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang dari berbagai segi, yaitu antara segi ( i ) individu dan sosial, (ii) jasmani dan rohani, dan (iii) dunia dan akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut mengambarkan keselarasan hubungan antara manusia dengan dirinya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam sekitar atau lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan.

Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat. Dalam ilmu sosial, pengertian individu berarti juga bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Sebagai contoh, suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu dalam kelompok sosial tersebut, yang sudah tidak dapat dibagi lagi ke dalam satuan yang lebih kecil.

Individu berasal dari kata yunani yaitu “individium” yang artinya “tidak terbagi”. Dalam ilmu sosial paham individu, menyangkut tabiat dengan kehidupan dan jiwa yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Individu merupakan kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan bukan sebagai manusia keseluruhan. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian individu adalah manusia yang memiliki peranan khas atau spesifik dalam kepribadiannya.

1. Menurut Viniagustia

Pengertian Individu merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyataan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.

2. Menurut Marthen Luter

Individu berasal dari kata individum (Latin), yaitu satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Pengertian Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk ciptaan tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.

Raga, merupakan bentuk jasad manusia yang khas yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang sama.

Rasa, merupakan perasaan manusia yang dapat menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam semesta atau perasaan yang menyangkut dengan keindahan

Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi segala sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia dan merupakan alat untuk mencerna apa yang diterima oleh panca indera.

Rukun atau pergaulan hidup, merupakan bentuk sosialisasi dengan manusia dan hidup berdampingan satu sama lain secara harmonis, damai dan saling melengkapi. Rukun inilah yang dapat membantu manusia untuk membentuk suatu kelompok sosial yang sering disebut masyarakat.

Perbedaan Individu

Menurut Lindgren (1980) makna “perbedaan” dan “perbedaan individual” menyangkut tentang variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik dan psikilogis. Perbedaan Individual menurut Chaplin (1995:244) adalah “sebarang sifat atau perbedaan kuantitatif dalam suatu sifat, yang bisa membedakan satu individu dengan individu lainnya”. Sedangkan Gerry (1963) dalam buku Perkembangan Peserta Didik karya Sunarto dan B. Agung Hartono mengategorikan perbedaan individual seperti berikut:

  1. Perbedaan fisik, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak.
  2. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
  3. Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.
  4. Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.
  5. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.

Dari bahasa bermacam-macam aspek perkembangan individu dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (i) semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecendrungan yang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kualitatif dan bukan kualitatif.

Peran Media Pembelajaran

Dunia pendidikan dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat karena mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi dengan peningkatan iman dan taqwa. Kemajuan ini bertitik tolak dari pemakaian High Technology (teknologi tinggi) berupa pemakaian perangkat ICT (Information and Comunication of Technology/Teknologi dan Informasi Komunikasi).

Pembaharuan  pendidikan dan pengajaran mengalami penyempurnaan baik dari segi kurikulum, metode maupun media pengajaran yang bertujuan membentuk anak didik berkualitas, kreatif dan dapat mengikuti perkembangan ICT.

Oleh sebab itu untuk membantu siswa dan guru agar lebih memahami konsep-konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari, maka harus dibuat visualisasi materi melalui mediakomputer yang berbasis ICT. Dengan penggunaan perangkat ICT ini diharapkan dapat membantu memantapkan konsep fisika pada siswa dalam kegiatan belajar mengajar, atau pun sebagai alat bantu pembelajaran siswa di rumah setelah suatu topik diajarkan oleh guru di sekolah.

Pada saat ini komputer sudah sangat memasyarakat dan semua sekolah telah memiliki perangkat komputer, baik digunakan untuk administrasi sekolah maupun untuk media pembelajaran di kelas. Dengan media komputer mempermudah guru dalam mengajarkan materi-materi yang bersifat abstak dan membantu siswa dalam mempelajari materi tersebut.

Penggunaan media komputer dalam proses belajar-mengajar merupakan salah satu alternatif guru untuk menyeragamkan media pengajaran sehingga merangsang siswa dalam berpikir, perhatian, perasaan dan minat siswa untuk memungkinkan terjadinya proses belajar-mengajar yang timbal balik antara guru dan siswa.

Adapun peran media pembelajaran antara lain :

  1. Memperjelas penyajian materi agar tidak hanya bersifat verbal (dalam bentuk kata-kata tertulis atau tulisan) 
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, karena menurut para ahli kemampuan daya serap manusia dalam memahami masalah dengan panca indera yaitu :   1) Telinga (pendengaran)       13 %, 2) Mata (penglihatan) 75 %, 3)Hidung (penciuman)  3  %, 4) Kulit 6  %, 5) Lidah (rasa)  3  % 
  3.  Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat  mengatasi sifat pasif  anak didik 
  4. Menghindari kesalahpahaman terhadap suatu objek dan konsep 
  5. Menghubungkan yang nyata dengan yang tidak nyata.

Kelemahan-kelemahan yang ditemukan antara lain : tayangan terlalu cepat, mata cepat lelah, gambar kurang tajam, waktu yang sedikit. Kelemahan ini diperbaiki dengan pengaturan waktu penanyangan dan pengggunaan penampilan gambar yang lebih baik.

Diharapkan dengan adanya media pembelajaran ini dapat meningkatkan  minat siswa untuk mempelajari fisika maupun ilmu-ilmu lainnya yang terasa susah dipahami.

Jenis-Jenis Belajar

1. Belajar Bagian (part learning, fractioned learning)

Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia di hadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif,misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.

2. Belajar dengan wawasan (learning by insight)

Konsep ini di perkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang took psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan produk utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berpikir. Dan meskipun w. kohler sendiri dalam menerangkan wawasan beriorentasi pada data yang bersifat tingkah laku (perkembangan yang lembut dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara tiba-tiba terjadi reorganisasi tingka laku) namun tidak urung wawasan ini merupakan konsep yang secara prinspiil di tentang oleh penganut aliran neo-behaviorisme. Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan pola-pola tingka laku yang terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan sedangkan kaum neo-behaviorisme (antara lain C.E Osgood menganggap wawasan sebagai salah satu bentuk atau wujud dari dari asosiasi stimulus-respon (S-R).Jadi masalah bagi penganut neo-behaviorisme ini justru bagaimana menerangkan reorganisasi pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk tadi menjadi satu tingkah laku yang erat hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan. Dalam pertentangan ini barangkali jawaban yang memuaskan adalah jawaban yang dikemukakan oleh G.A Miller yang menganjurkan behaviorisme subjektif. Menurut pendapatnya wawasan barangkali merupakan kreasi dari ‘rencana–rencana penyelesaian (meta program) yang mengontrol rencana-rencana subordinasi lain (tingkah laku) yang telah terbentuk.

3. Belajar deskriminatif (discriminatif learning)

Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam eksperimen,subyek dimintah untuk berespon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang berlainan.

4. Belajar global/keseluruhan (global whole learning)

Di sini bahan pelajaran di pelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya; lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini sering juga disebut metode Gestalt.

5. Belajar insidental (incidental learning)

Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berarah-tujuan (intensional). Sebab dalam belajar insidental bila tidak ada instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan kelak. dalam kehidupan sehari-hari, belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para ahli belajar insidental ini merupakan bahan pembicaraan yang sangat menarik, khususnya sebagai bentuk belajar yang di temukan bahwa dalam belajar insidental (dibandingkan dengan belajar internasional), jumlah frekuensi materi belajar yang di perlihatkan tidak memegang peranan penting ,prestasi individu menurun dengan meningkatnya motivasi.

6. Belajar instrumental(instrumental learning)

pada instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang di perlihatkan di ikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah,hukuman,berhasil atau gagal.Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang dapat diatur dengan jalan memberikan penguat (rein-forcement) atas dasar tinkat-tingkat kebutuhan. Dalam hal maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah ‘pembentukan tingkah laku’. Di sini individu di beri hadiah bila ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku yang dikehendaki,dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang di kehendaki. Sehingga akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.

7. Belajar intensional (intentional learning)

Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental, yang akan dibahas lebih luas pada bagian berikutnya.

8. Belajar laten (laten learning)

Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten. Selanjutnya eksperimen yang di lakukan terhadap binatang mengenai belajar laten, menimbulkan pembicaraan yang hangat di kalangan penganut behaviorisme, khususnya mengenai peranan faktor penganut (reinforcement) dalam belajar. Rupanya penguat dianggap oleh penganut behavorisme ini bukan faktor atau kondisi yang harus ada dalam belajar. Dalam penelitian dalam ingatan, belajar laten ini diakui memang ada yaitu dalam bentuk belajar insidental.

9. Belajar mental (mental learning)

Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang di pelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan opersional juga menjadi sangat berbeda.Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang  lain dan lain-lain.

10. Belajar produktif (productive learning)

R.Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimun. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku  dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan suatu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.

11. Belajar verbal (verbal learning)

Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperhatikan dalam eksperimenklasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal.