Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Model Interaksi Sosial dalam Pembelajaran

Model Interaksi Sosial dalam Pembelajaran - Richard Anderson dalam Syaiful Sagala, mengajukan dua pendekatan dan model pembelajaran yaitu yang berorientasi kepada guru yang disebut teacher centered dan pendekatan yang berorientasi kepada siswa yang disebut student centered. Pendekatan pertama biasa disebut tipe otokratis karena pen-dekatannya satu arah yakni dari guru dan pendekatan kedua diseabut tipe demokaratis karena guru meberi peluang peserta didik mengajukan pertanyaan.

Model Interaksi Sosial dalam Pembelajaran

Model Interaksi Sosial dalam Pembelajaran

Metode belajar yang paling diutamakan dalam pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, motode simulasi, bekerja kelompok, dan motede lain yang menunjang berkembangnya hubungan sosial peserta didik. Model interaksi sosial pada hakekatnya bertolak dari pemikiran pentingnya hubungan pribadi (interpersonal relationship) dan hubungan sosial atau hubungan individu dengan lingkungan sosialnya. Dalam konteks ini proses belajara pada hakekatnya adalah mengadakan hubungan sosial dalam pengertian peserta didik berinteraksi dengan peserta didik lain dan berinteraksi dengan kelompok-nya . langka yang ditempuh guru dalam model ini adalah: (1) guru mengemu-kakan masalah dalam bentuk situasi sosial kepada para peserta didik, (2) peserta didik dengn bimbingan guru menelusuri berbagai macam masalah yang terdapat dalam situasi tersebut, (3) peserta didik diberi tughas atau permasala-han untu dipecahkan, dianalisis, dikerjakan yang berkenaan dengan situasi tersebut,(4) dalam memecahkan masalah belajar tersebut peserta didik diminta untuk mendiskusikannya, (5) peserta didik membuat kesimpulan dari hasil diskusinya, dan (6) membahas kembali hasil-hasil kegiatannya.

Model ini dapat dicontohkan antara lain adalah menggunakan motode sosiodrama atau bermain peran (role playing) keterlibatan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar cukup tinggi terutama dalam bentuk partisipasi dalam kelompoknya, partisipasi ini menggabarkan adanya interaksi sosial did antara sesama peserta didik dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu model ini boleh dikatakan berorientasi pada peserta didik dengan mengembangkan sikap demoktratis, artinya sesama mereka mampu saling menghargai, meskipun mereka memiliki perbedaan.

Model interaksi sosial adalah Model yang mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya kepada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai suatu negosiasi sosial. Model ini menekankan pada hubungan personal dan sosial kemasyarakatan diantara peserta didik yang berfokus pada peningkatan kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses-proses yang demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat.

Model interaksi sosial ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field-theory). Model interaksi sosial yang menitikberatkan pada hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Teori pembelajaran Gestalt dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler. Mereka mengadakan eksperimen mengenai pengamatan visual dengan fenomena fisik. Percobaannya yang dilakukan memproyeksikan titik-titik cahaya (keseluruhan lebih penting dari pada bagian).

Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek/peristiwa adalah terletak pada keseluruhan bentuk (Gestalt) dan bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian.

Aplikasi teori Gestalt dalam pembelajaran adalah sebagai berikut;

  1. Pengalaman insight. Dalam proses pembelajaran peserta didik hendaknya memiliki kemampuan insight yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek. Guru hendaknya mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan insight.
  2. Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran. Content yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
  3. Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku di samping ada kaitan dengan SR-bond, juga terkait erat dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi karena peserta didik memiliki harapan tertentu. Oleh sebab itu, pembelajaran akan berhasil bila peserta didik mengetahui tujuan yang akan dicapai.
  4. Prinsip ruang hidup (Life space). Prinsip ini dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan field theory). Prinsip ini menyatakan bahwa perilaku peserta didik terkait dengan lingkungan/medan tempat ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi lingkungan tempat peserta didik berada (CTL).