Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rukun Umroh atau Rukun Umrah

Rukun Umroh atau Rukun Umrah - Umrah atau Umroh? admin memberikan judul artikel ini dengan Rukun Umroh atau Rukun Umrah karena seringkali orang mencari informasi dengan kedua kata ini. Padahal informasi sebenaranya yang dicari adalah hal yang sama, secara penulisan baku Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang benar adalah Umrah bukan Umroh. Admin bukanlah seorang ahli agama, informasi yang ada di sini berdasarkan referensi yang sudah admin kumpulkan. Kalaupun ada kesalahan itu adalah murni kehilafan dari admin.

Rukun Umrah atau Rukun Umroh

Rukun Umroh atau Rukun Umrah


Rukun umroh merupakan kegiatan yang wajib dilakukan seseorang yang sedang mengerjakan ibadah umroh.

Sebab kalau salah satu rukun umrah ada yang tidak dipenuhi, maka ibadahnya terbilang tidak sah dan ia tidak boleh diganti dengan dam (denda).

Berikut ini aku akan beri tahu mengenai rukun umrah yang perlu kamu ketahui, supaya ibadah umroh kamu bisa berjalan dengan baik. Yuk, langsung saja simak dengan baik penjelasan di bawah ini.

Ihram dari Miqat

Ihram adalah niat untuk melaksanakan ibadah umrah. Niat ini dibarengi dengan pergi ke Miqat untuk membersihkan diri, seperti wudhu, mandi besar, dan mengenakan pakaian Ihram bagi laki-laki. Sementara perempuan cukup mengenakan pakaian yang menutupi aurat. Lafazh niat umrah adalah “Labbaik Allahuma Umrotan”.

Ihram merupakan salah satu rukun yang wajib dilakukan ketika menunaikan haji atau umrah. Ihram juga bisa diartikan sebagai pakaian yang dikenakan oleh setiap Muslim ketika dirinya melaksanakan haji atau umrah. Macam Macam Hewan Ternak dalam Islam ]

Seseorang yang hendak melaksanakan haji atau umrah diwajibkan atas dirinya untuk melakukan ihram dari miqat yang telah ditentukan. Pengertian dari miqat itu sendiri adalah batas tempat dan waktu yang ditentukan bagi seorang Muslim yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah ketika hendak memulai ihramnya.

Miqat yang didasarkan atas tempat disebut Miqat Makani. Sementara miqat yang didasarkan pada waktu dinamakan Miqat Zamani.

Miqat Makani

Bagi Muslim yang tinggal di Makah, rumah mereka adalah tempat untuk ihram haji. Sementara untuk umrah, ihramnya harus keluar dari tanah haram Makah, dan sebaik-baiknya tepat ialah di Ji'ranah, Tan'eim, atau Hudaibiyah. Namun, bagi mereka yang tinggal diluar Makah, ada 5 tempat untuk memulai ihram, di antaranya sebagai berikut.

1. Juhfah

Juhfah merupakan desa tua yang sering dilewati para pendatang dari Syam menuju Makah. Juhfah inilah yang menjadi miqat bagi penduduk Mesir, Syam, dan siapa saja yang melewatinya.

2. Qarnulmanazil

Qarnulmanazil adalah miqat bagi penduduk Taif dan orang-orang yang melewatinya. Tempat ihramnya di gunung Musyrif di Arafah.

3. Yalamlam

Yalamlam adalah mikat bagi penduduk Yaman. Yalamlam ini merupakan nama sebuah bukit di Pegunungan Tihamah.

4. Zul Hulaifah

Zul Hulaifah adalah miqat bagi penduduk Madinah. Tempat air minum Bani Jasyum yang sekarang dikenal dengan nama nama Bir Ali. Miqat ini merupakan tempat yang paling jauh jaraknya dari Kota Mekah.

5. Zatu Irqin

Zatu Irqin adalah miqat yang ditentukan berdasarkan kesepakatan para ulama. Miqat ini tidak disebut dalam hadis Rasulullah saw. Miqat ini merupakan tempat yang dilewati oleh orang-orang di bagian Negeri Irak.

Miqat Zamani

  1. Waktu pelaksanaan haji, para ulama sepakat bahwa miqat diawali pada bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijah, yaitu ketika ibadah haji dilaksanakan.
  2. Waktu pelaksanaan umrah, miqat zamani dapat diawali pada sepanjang tahun.

Semua miqat makani ditetapkan langsung oleh Rasulullah, kecuali miqat Zatu Irqin. Sementara miqat zamani tercantum dalam kitab suci Alquran surat Al-Baqarah, ayat 189. Zakat Hewan Ternak Kambing, Domba, Sapi, Kerbau ]

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji’ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari atasnya, tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Tawaf

Thawaf ialah mengelilingi sekitar Ka’bah sebanyak tujuh putaran. Tiga putaran pertama dilakukan dengan berlari-lari kecil, dan empat putaran berikutnya dengan berjalan. Thawaf bermula dan berakhir pada  garis yang sejajar dengan batas Hajar Aswad.

Permulaan thawaf dilakukan dengan niat, yaitu mengungkapkan keinginan hati untuk melakukan thawaf sebagai bentuk ibadah hanya kepada Allah Swt.

 Syarat-Syarat Thawaf

  • Pertama, harus suci dari hadas dan kotoran. Melaksanakan thawaf di sekitar Ka’bah adalah seperti melaksanakan shalat.
  • Kedua, menutup aurat, sebab thawaf itu seperti shalat, Rasulullah saw. bersabda, “Thawaf di sekitar Baitullah adalah seperti shalat, hanya saja kalian boleh bicara di dalamnya. Maka barangsiapa berbicara, hendaklah ia tidak bicara kecuali dengan baik.“ (HR Tirmidzi)
  • ketiga, thawaf harus di dalam Masjidil Haram.
  • Keempat, Baitullah harus berada di samping kiri orang yang thawaf.
  • Kelima,  Thawaf dilakukan sebanyak tujuh putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad.
  • Keenam, putaran thawaf dilakukan tanpa jeda di antara putaran thawaf, kecuali karena keadaan darurat. Jika di antara putaran thawaf terdapat jeda tanpa ada uzur, thawaf tidak sah dan harus diulang.

 Sunah–Sunah Thawaf

  1. Al-Idhthiba, yaitu membuka ketiak kanan. Al-Idhthiba hanya disunahkan pada thawaf umrah. Al-Idhthiba hanya disunahkan bagi laki-laki dan tidak bagi perempuan.
  2. Mencium Hajar Aswad ketika memulai thawaf jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, cukup dengan menyentuh dengan tangan atau memberi isyarat.
  3. Ketika memulai putaran pertama thawaf membaca, “Bismillaahi Wallaahu Akbar” Dengan nama Allah, Allah Mahabesar
  4. Mengisi thawaf dengan doa apa saja yang kita inginkan.
  5. Mengusap rukhul yamani pada setiap putaran bila memungkinkan, tetapi bila tidak memungkinkan lewatkan saja, lalu bacalah doa,

“Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqinaa ‘adzaabannar”

Ya Tuhan kami, beri kami kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka.

  1. Berdoa di Multazam usai thawaf. Multazam ialah tempat di antara pintu Baitullah dengan Hajar Aswad.
  2. Selesai thawaf, shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim. Pada rakaat pertama, membaca surat Al-Kafirun dan pada rakaat kedua membaca Al-Ikhlas.
  3. Meminum air zam-zam setelah shalat dua rakaat di maqam Ibrahim.
  4. Mencium Hajar Aswad atau istilam (memberi isyarat) lagi sebelum pergi ke tempat Sa’i.

Lakukanlah thawaf dengan menghadirkan hati, khusyuk, dan perasaan keagungan Allah Swt., takut kepada-Nya, dan ingin mendapatkan apa yang ada di sisi-Nya. Niat Sholat Hajat, Cara, Waktu dan Manfaat ]

Saat sedang melakukan thawaf, kita dilarang berbicara kecuali hal yang memang benar-benar penting. Selain itu, pembicaraan yang dilakukan haruslah pembicaraan yang baik. Rasulullah Saw bersabda, “… Maka barangsiapa berbicara, hendaklah ia tidak bicara kecuali dengan baik.“ (HR Tirmidzi)

Jangan lakukan thawaf dengan melamun dan memenuhi angan-angan dengan pikiran yang mubazir. Alangkah baiknya jika saat melakukan thawaf kita memperbanyak zikir dan shalawat kepada Rasulullah saw.

Sa’i

Sa’i adalah salah satu rukun ibadah haji dan umrah. Praktiknya, sa’i dilakukan dengan berlari-lari kecil atau berjalan antara dua buah bukit, yaitu Bukit Shafa dan Bukit Marwah, dengan niat ibadah.

Perintah sa’i berdasarkan pada keteranga-keterangan berikut ini.

  1. Firman Allah Swt. dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 158, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian Syi’ar-syi’ar (agama) Allah...”
  2. Sabda Rasulullah saw.,  “Kerjakanlah Sa’i karena Allah Swt mewajibkan sa’i kepada kalian.”  (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Imam Syafi’i)

Sejarah sa’i dapat ditilik dari perjalanan istri Nabi Ibrahim, yaitu Siti Hajar, mencari air minum untuk putranya yang kehausan. Hajar berlari bolak-balik antara Bukit Shafa dan Marwah di tengah terik panas matahari.

Dia berlari sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya mendapatkan air. Putaran tersebut dimulai dari Bukit Shafa dan pada hitungan ketujuh akan berakhir di bukit marwah. Saat ini, tempat lari tersebut telah menyatu dengan Masjidil Haram.

Syarat pelaksanaan ibadah sa’i adalah sebagai berikut.

  • Pelaksanaannya setelah ibadah thawaf. Jika dilakukan sebelumnya, maka sa’i menjadi tidak sah dan harus diulang.
  • Seluruh putaran (bolak-balik) antara Shafa dan Marwah harus dilakukan sekaligus. Tidak ada jeda, terlebih istirahat.  Kecuali saat berada di dua bukit tersebut untuk berdoa.
  • Sa’i dilakukan sebanyak tujuh kali. Jika kurang satu kali saja, sa’i menjadi tidak sah.

Saat melakukan Sa’i, perlu diperhatikan beberapa etika berikut ini.

  • Saat berada di pintu Shafa, membaca doa, إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah . Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah [2]: 158)
  • Disunahkan melaksanakan sa’i dalam keadaan suci. Namun, kalau tidak memungkinkan, dalam keadaan tidak suci pun tidak menjadi masalah dan sa’i-nya tetap sah, hanya saja akan mengurangi pahala. Misalnya dalam keadaan tidak berwudhu atau dalam keadaan haid.
  • Sa’i dilakukan dengan cara al-khabab, yaitu berjalan cepat (berlari-lari kecil) jika mampu dan berjalan jika tidak mampu.
  • Memperbanyak doa dan zikir, terlebih saat tiba di dua bukit tersebut.
  • Menahan pandangan dari melihat hal-hal yang diharamkan dan menahan lisan dari perkataan dosa.
  • Saat melakukan sa’i, tidak boleh menyakiti siapa pun, sesama jamaah sa’i, atau pejalan kaki yang berpapasan dengan kita, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.

Tahallul

Tahallul adalah rangkaian terakhir dalam ibadah haji dan umrah. Secara bahasa, tahallul artinya “menjadi halal” atau “menjadi boleh”. Maksudnya, setelah pelaksanaan tahallul, hal-hal yang diharamkan saat ihram menjadi batal. Pelaksanaan tahallul adalah dengan memotong rambut sedikitnya tiga helai. Niat Sholat Dhuha (Bacaan), Rakaat, Doa ]

Pelaksanaan tahallul didasarkan pada Surat Al-Fath (48) ayat 27. “Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.”

Praktik tahallul bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu halq yang artinya mencukur habis dan taqsir yang artinya memangkas. Kedua cara ini diperbolehkan. Namun, dalam beberapa riwayat hadis sahih, dijelaskan bahwa hal yang paling utama dan yang paling dicintai Rasulullah adalah cara halq.

Sahabat Ibnu Umar r.a. pernah berkata bahwa saat bertahallul dan membabat habis rambutnya, Rasulullah saw. berdoa, “Ya Allah, rahmatilah orang yang melakukan halq (mencukur habis rambutnya)...” dan beliau mengulangi doa itu sebanyak tiga kali. Ada seorang sahabat bertanya, "Lalu, bagaimana dengan orang yang hanya melakukan taqsir (memangkas rambut)?" Maka Rasulullah saw. berdoa, "Ya, Allah juga (rahmati) orang yang memangkas rambutnya." (Muttafaq Alaihi)

Memerhatikan keterangan tersebut sangatlah jelas jika halq lebih utama dari taqsir karena bahkan Rasulullah saw. mendoakan sampai tiga kali orang yang melakukan halq. Sementara untuk mereka yang melakukan taqsir, beliau hanya mendoakannya satu kali.

Adapun cara mencukur halq yang dicontohkan Rasulullah saw. adalah dengan memulai dari mencukur habis bagian kanan, kemudian dilanjutkan dengan mencukur habis rambut bagian kiri.

Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi perempuan. Tahallul bagi perempuan adalah taqsir.  Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tiada keharusan bercukur bagi perempuan. Perempuan hanya harus memangkas.” (HR Abu Dawud, Daraquthni, dan Thabrani)

Lalu, bagaimana dengan orang yang telah melaksanakan rangkaian ibadah haji atau umrah, akan tetapi lupa melakukan tahallul? Jika dia telah terlanjur mengganti pakaian ihram dnegan pakaian biasa, maka dia harus melepaskannya dan mengenakan pakaian ihram kembali dan mencukur rambutnya. Namun, bagi yang tidak melakukannya, alias melewatkan proses Tahallul, maka baginya berlaku dam.

Dam arti harfiahnya adalah “darah”. Maksudnya, ia harus “mengucurkan darah” sebagai denda atas kesalahannya. Biasanya, denda tersebut berupa sembelihan kambing, sapi, atau unta yang akan dibagikan kepada fakir miskin.

Tertib

Maksud tertib di sini, yaitu harus melakukan semua rukun secara berurutan mulai dari niat sampai ke mencukur atau menggunting rambut. Jadi intinya tidak boleh di acak.

Apabila ada yang terlewat atau tidak sesuai dengan urutan, maka umroh kamu dianggap tidak sah.